*Tidak ada kalimat sambutan*
Well, ternyata benar. Si Dije beneran nyetop taksi kemudian naik sendiri, setelah sebelumnya menggandeng tanganku bersamanya. Lagi-lagi cerita sorrow dalam bercinta. Tapi tidak tahu kenapa, I'm never gonna stops playing this game. Yes, GAME.
Tag #garagaraDJ beneran kejadian. Gara-gara Dije aku nggabur perempuan yang sempat aku beri harapan besar. Gara-gara Dije aku kehilangan perempuan yang aku beri harapan besar. Gara-gara Dije cerita cinta sorrow berlanjut lagi. Gara-gara Dije.. Sempat galau di setiap malamnya. God damn, Dije. Ini bener-bener ampuun Dijeee. Ternyata nggak cuma pintar mainan turtables, Dije yang satu ini ternyata pintar juga mainin perasaan orang.
Tapi, itu sudah lewat. Cerita sakit macam itu harus segera dilupakan dan kemudian move on secepatnya, sebisanya.
Proses move on-ku dari si Dije ini bisa dibilang cepat. Cuma sebulan. Iya, itu bisa dibilang.. Cepat. Kebanyakan orang yang terpaksa move on, baru bisa benar-benar "move on" setelah beberapa bulan. Bahkan, ada di antara mereka, belum bisa move on, bahkan setelah dia punya pacar. Ketika dia punya pacar baru, dia masih suka kangen dengan dia yang sebelumnya. Masih suka mengingat kenangan mereka. Bahkan yang terburuk, masih suka membandingan pacar baru dengan dia yang sebelumnya. And it was happened on me. Aku belum bisa move on dari si Chatty, kemudian membuat cerita dengan si Anfa, kemudian teringat si Chatty, kemudian menyelesaikan cerita dengan si Anfa, kemudian kembali berharap pada si Chatty. Kompleks? Iya. Kampret? Iya. Gagal move on? Iya. Galau? Iya. Wasyu.
Tapi sudahlah, itu cerita lama. Tidak baik untuk diingat dan diceritakan lagi. Berati anggap saja paragraf ke empat itu tidak ada. Selesai.
Dan sekarang, aku sedang jatuh cinta lagi dengan orang yang membantu proses move on-ku. Dia ini datang secara tidak sengaja. Seperti orang kesasar yang hanya menanyakan alamat, tapi kemudian disambut dengan baik dan diijinkan untuk tinggal. Kita kenal lewat SMS, dengan cerita absurd dibaliknya.
Di dunia teks itu, kita semakin dekat, semakin kenal satu sama lain, dan semakin tahu kebiasaan masing-masing. Dia suka mainan sama anak kecil, aku suka main air comberan. Dia (katanya) bisa memasak banyak jenis menu, aku bisa masak telur dadar keasinan. Ya, banyak lagi selain itu. Tapi, kedekatan di dunia teks, sepertinya tidak ada artinya kalau tidak saling bertatap muka. Thus, kita memutuskan untuk bertemu. Sabtu malam kemarin.
Aku memutuskan untuk sekedar nongkrong, dia setuju. Dia ini super ramah, super chatty, suka menebar senyum manisnya, dan aku suka dia. *Cerita.. Cerita.. Cerita tentang pertemuan pertama* Setelah mengantar dia pulang, di jalan aku cuma mikir, "Dia ilfeel nggak ya.. Dia ilfeel nggak yaa.. Dia ilfeel nggak yaaa.." Sama, "Jangan ilfeel.. Jangan ilfeel.. Jangan ilfeel.." Iya, ketakutan semacam itu setelah pertama kali bertemu memang rentan terjadi.
Setelah pertemuan pertama, kita selalu saling menebak-nebak apakah dia ini ilfeel atau tidak. Setelah pertemuan pertama, kita ketakutan kalau dia ternyata tidak suka dengan kita yang di dunia nyata. Setelah pertemuan pertama, kita ketakuan kalau dia akan sangat berbeda setelah hari itu. Ketakutan yang sangat normal, tetapi selalu saja memenuhi kepala kita, dan melambatkan detak jantung kita. Berlebihan? Relatif.
Tapi, ketakutan-ketakutanku tentang hal-hal di atas, mungkin, tidak kejadian. Sampai sekarang ini dia masih saja sama seperti sebelum pertemuan pertama. Masih ramah, masih menyenangkan, masih membuat hatiku biru. And sure, that made my life.
And for now, I don't know, this feel's just growing up fastly as it does. It goes bigger, bigger, bigger, and makes mind-blown. Aku seperti ingin mengungkapkan perasaan ini secepatnya, tapi ketakutan muncul lagi. Takut kalau ini akan terlalu cepat untuk dia. Tapi, kalau tidak segera diungkapkan, ini bisa menjadi genderang yang selalu ditabuh di dalam kepala, sehingga akan membuat pening. Jujur, aku ini orang yang bisa jatuh cinta dengan perempuan secara cepat. Tapi, aku bukan orang yang terlalu sabar untuk menunggu kapan dia ini merasakan yang sama, dan memberi sinyal-sinyal balik yang meluruskan. Seperti pada Mercusuar.
Well God, give me patience to see her feedback. Because, I think, I'm in love with her.
And, well, Blog, thanks for accept my other love stories. I love you, Blog *hug*.