Abis UAS gini, biasanya, adalah momen dimana skill guru dan murid sedang diuji. Guru sedang diuji skill nyusahin murid-muridnya, sedangkan murid, sedang diuji skill menahan kesabarannya. Yap, saat-saat remidial tes. Remidi adalah mengulangi tes lagi kalau tes yg pertama nilainya belum tuntas. Disini, guru selalu punya cara-caranya sendiri untuk nyusahin murid-muridnya. Seperti, disuruh bikin soal sendiri, terus dijawab sendiri. Astaghfirulloh hal'adzim. Udah bikin soalnya sendiri, dijawab sendiri pula. Pemubadziran bolpen, buku, pikiran, dan lain-lain. Hal-hal yg seperti ini sudah seharusnya ditiadakan untuk kebaikan otak murid-murid Indonesia.
Nggak tau pikiran guru-guru ini lagi dimana pas ngasih tugas-tugas se-abrek ke kita. Yang aku tau, guru jarang ada yg nyocokin jawabannya. Sementara murid, selalu mengerjakan dengan serius, dengan kerja kelompok (kata lain: nyontek), dengan tempo yg sesingkat-singkatnya, dan dengan keringat sampai ber-air mata, oke yg terakhir berlebihan, tapi setidaknya ini menjelaskan betapa tersiksanya murid-murid pas dikasih tugas secara nubruk dan se-abrek.
Tugas satu belum selesai, eh tugas dua udah dikasih. Tugas satu dan dua masih dalam proses, eh tugas ke tiga udah nongol aja. Kalau pas gini rasanya pengen berhenti sekolah, terus daftar jadi anggota gangster, terus nyegat guru-guru ini pas pulang ngajar. Sadis.
Di posisi murid, kita ini serba salah. Kalau kita nggak ngerjain tugasnya, guru-guru bakalan ngancem dengan nada penculik-brewokan-yg-nyetir-jeep, "Kalau kamu nggak ngerjain, nilaimu di rapor, kosong." *JLEB* Dengan mata yg hampir keluar dari pos-nya beliau-beliau ini ngomong gitu. Dan, kalau akhirnya dengan terpaksa kita mengerjakan tugasnya. Ya, dengan terpaksa. Saat kita ngerjain, pening di kepala terasa amat sangat, tapi kita terus memaksa untuk dua digit angka berwarna hitam di rapor. Kita terus dan terus mencoba mengerjakan, dan kemudian, ada keadaan dimana kita akan menyerah. Tapi lagi-lagi, kita terus survive. Pada akhirnya, kita sudah seperti siap-siap buat nelpon nomer Pemadam Kebakaran. Jaga-jaga aja kalau sampai otak kita meledak dan sampai ikut menghanguskan tugas-tugas kita.
Guru, ooh guru.. Engkau adalah pelita dalam kegelapan. Engkau adalah embun penyejuk dalam kehausan. Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa. Untuk zaman yg semaju dan se-absurd ini, sepertinya potongan lagu di atas hanya sekedar lirik. Yang aku tau adalah.. Engkau memberikan kami kepeningan secara membabi buta dan tidak berkala. Guru, ooh guru..
Astaghfiruloh hal'adzim..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar